Historia
Jumat, 29 Maret 2013
ORDE BARU DAN REFORMASI
Pelita IV di mukai ! April 1984-31
Maret 1989.Pelita ini menekankan padasector pertanian untuk mempertahankan
swasembada pangan sekaligusmeningkatakan industri yang dapat memproduksi
mesin-mesin untuk insustriringan maupun berat.Penduuduk yang hidup d bawah
garis kemiskinan tinggal16,4% dari jumlah penduduk tahun 1987.5.PELITA VPelita V di mulai tanggal 1
April 1989-31 Maret 1994.pelita ini menekankannpada sector industri yang di
dukung oleh pertumbuhan yang mantap disector pertanian.6.PELITA VIPelita VI di mulai 1 April 1994-31 Maret
1999.Pelita VI maerupakan awalpembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua(PJPT
II).Pada tahap ini bangsaIndonesia memasuki proses Tinggal Landas menuju
Terwujudnya masyarakatmaju,adil dan mandiri.Pelita VI menitikberatkan pada bidang
ekonomi denganketerkaitan antara industri dan pertanian serta
bidang pembangunan lainnyaguna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
C. Krisis Politik,Ekonomi,dan Sosial
sertaReformasi di Indonesia.
Kehidupan politik di Indonesia mulai memanas sejak tahu
1996.Golkar yangselama lima kali pemilihan umum meraih kemenangan berusaha
sekuat tenagadengan segala upaya untuk tetep memenangkan pemilihan umum
yangrencananya di laksanakan pada bulan mei 1997.1.KRISIS POLITIK,EKONOMI,DAN SOSIAL di INDONESIA.Keberadaan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP),Golongan Karya(GOLKAR),dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) di anggap tidak mampulagi memenuhi aspirasi politik
masyarakat.Perkembangan ekonomi danpembangunan nasional di anggap telah
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar.Masyarakat menuntut
reformasi atau perubahan dalam segalabidang.Masyarakat juga menuntut di
lakukannya demokratisasi dalamkehidipan social,ekonomi,dan politik,di
tegakkannya aturan hukum yangsebenarnya,serta di hormatinya hak asasi manusia.
Di tengah perkembangan tersebut,pertikaian politik dalam tubuh
PDIberubah menjadi peristiwa tragis pada tanggal 27 Juli
1996.Peristiwatersebut di kenal dengan nama KUDATULI (kerusuhan 27
Juli).Pertikaiansocial dan kekerasan politik terjadi di berbagai daerah,antara
lain diSitubondo,Tasikmalaya,Singkawang,dan Pontianak.Dalam siding umum MPR
bulan Maret 1998.Jendral PurnawirawnSoeharto kembali terpilih sebagai
presiden dan B.J Habibie terpilihsebagai wakil presiden.Terpilihnya kembali
Soeharto sebagai presiden RImendapat Reaksi keras dari masyarakat.Kabinet
Pembangunan VII yang dibentuk setelah sidang MPR bulan Maret 1998 di
anggap masih bercirikankorupsi,kolusi,dan nepotisme(KKN).Berbagai tekanan dan
kritik terhadapkepemimpinan Soeharto makin meluas terutama di lakukan
oleh paramahasiswa dan kalangan intelektual.Larangan mengkritik dan
mengontrolpemerintah menyebabkan terjadinya berbagai penculikan terhadap
aktivisdemokrasi,terutama dari kalangan mahasuswa dan swadaya
masyarakat(LSM).Sejak bulan Juli 1997,bangsa Indonesia mulai terkena imbas
krisismoneter yang menerpa dunia,khususnya di wilayah Asia Tenggara.Hal itu
disebabkan pertumbvuhan ekonomi selama Orde Baru di bangun di atasutang luar
negeri dan banyaknya pejabat yang krupsi.Krisis moneter yangmelanda
Indonesia menyebabkan bangkrutnya sector perbankan.Krisismoneter juga berdampak
bangkrutnya banyak perusahan.Harga barang-barang mulai tidak terkendali,dan
biaya hidup makin tinggi.Gelomgang aksi mahasiswa menuntut pergantian
kepemimpinan nasionaldan reformasi tidak dapat di bendung.Bentrokan antar
mahasiswa danaparat keamanan tidak dapat lagi terelakan.Di antaranya 4
mahasiswa dariUniversitas Trisakti yang tewas tertembak dalam peristiwa 12 Mei
1998di jembatan Semanggi.ke 4 mahasiswa tersebut adalah Elang
MulyaLesmana,Herry Hartanto,Hendriawan dan Hafidin Royan.Pada tanggal 18 Mei
1998,aksi mahasiswa berhasil menduduki gedungMPR/ DPR.Menanggapi tekanan yang
demikian hebat akhirnya PresidenSoeharto mengundurkan diri dan selanjutnya
di ganti oleh B.J Habibie dandi lakukan pemiliha umum tahun 1999.2.PERRKEMBANGA POLITIK dan PELAKSANAAN
REFORMASI diINDONESIA
Pada masa pemerintahan B.J Habibie,keadaan ekonomi Indonesia
belummengalami perubahanyang berarti.NIlai tukar dollar
Amerika terhadaprupiah masih lemah.Pada tanggal 7 Juni 1999 di adakan
pemilu dan PDImeraih suara terbanyak.Pada bulan Oktober K.H Abdurahman
Wahid terpilihsebagai Presiden Republik Indonesia dan Megawati terpilih
menjadi WapresRI.Abdurahman Wahid segera membentuk cabinet yang di beri nama cabinetPersatuan
Nasional.Presiden Abdurahman Wahid tidak berlangsung lama.Di duga
presidenterlibat kasus dana bulog atau Buloggate.Presiden Abdyrahman Wahid
diturunkan dari jabatannya.Berdasarkan hasil siding Istimewa MPR
wapresMegawati Soekarnoputri naik menjadi Presiden RI dengan di dampingiHamzah
Haz sebabai Wapres RI.
sejarah
orde baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno.
Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan
yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.[rujukan?]
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia
politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam
negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.[rujukan?]
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.[rujukan?]
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde
Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar
Biasauntuk mengadili pihak
yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui
pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk
menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).[rujukan?]
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali
dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana.[rujukan?] Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh
pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya
harus disetor kepada Jakarta,
sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.[rujukan?]
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.[rujukan?] Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan,
bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di
pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital
internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang
yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.[rujukan?]
Daftar isi
|
Jenderal Soeharto Penguasa Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di
Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap
penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali kekuatan
bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto
ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme
kepemimpinan nasional. Berdasarkan Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli
1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap
sebagai presiden dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika
kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap
dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat sebagai perdanamenteri yang
memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan. Sesuai
dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di
tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967[rujukan?] Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban
presiden yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh MPRS berdasarkan
Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari diumumkan
tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan No.
XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh
kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno[rujukan?], dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden Republik
Indonesia. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah
menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada
tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia
berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai presiden baru hasil
pemilu ditetapkan.[rujukan?] Langkah-langkah yang dilakukan adalah:[rujukan?]
Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet
Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitasekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.[rujukan?] Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni[rujukan?]
§ Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang
sandang dan pangan
§ Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu
yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968
§ Melaksanakan politik luar negeri yang bebas
aktif untuk kepentingan nasional
§ Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk masa jabatan lima
tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
1.
Menciptakan stabilitas
politik dan ekonomi
2.
Menyusun dan
melaksanakan Pemilihan Umum
3.
Mengikis habis sisa-sisa
Gerakan 30 September
4.
Membersihkan aparatur
Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas
pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan
kebijakan:[rujukan?]
§ Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang
diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966
§ Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia
§ Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang
menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama
pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan
penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social
politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada
kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social
politik itu adalah:[rujukan?]
§ Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba,
IPKI, dan Parkindo
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde
Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah memberikan
pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya
perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsiserta pemahaman
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan
umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa
pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan
memenangkan Pemilu.[rujukan?] Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan
Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR,
dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi.[rujukan?] Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11
kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng
tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri
yang sekarang menjadiPDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa
pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia
telah berjalan dengan baik.[rujukan?] Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum,
bebas, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan
salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok
sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana
perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah
memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode,
karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah
selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.[rujukan?]
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru
memberikan peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda
ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian
peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang
dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di
MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui
Pemilu.[rujukan?] Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan
pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator
sebanarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu
Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun
pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang
dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S
PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah
menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa
selama ini.[rujukan?]
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4).[rujukan?] Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 secara murni dan
konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk
pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga
dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat
terhadap pemerintah Orde Baru.[rujukan?] Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas
tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain
Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan
pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian
Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari
sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua
prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi
Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila,
dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang
tidak boleh diperdebatkan.[rujukan?]
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi
landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia harus didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan
nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.[rujukan?]
Pada tanggal 28 Desember 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan
pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi
anggota pada tahun 1955-1964.[rujukan?] Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh
negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan
dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis
Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan
dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang
akibat politik konfrontasi Orde Lama.
Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali.[rujukan?] Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah
Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana
Menteri Lee Kuan Yew.[rujukan?] Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan
Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan
diadakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang menghasilkan
Perjanjian Bangkok.
Isi perjanjian tersebut adalah:[rujukan?]
§ Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah
merekaambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
§ Pemerintah kedua belah pihak menyetujui
pemulihan hubungan diplomatik.
§ Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak
akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan
pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia
membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan karena RRC telah mencampuri
urusan dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30 S PKI
baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan tersebut.[rujukan?] Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan
teror yang dilakukan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan
anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah RRC
juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar
negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melakukan kampanye menyerang
Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup
Kedutaan Besar di Peking.[rujukan?]
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde
Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
§ Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan
pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.[rujukan?]
§ MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi
nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan
stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang
tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik
sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan
sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-langkah
yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
§ Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki
sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya
kemacetan ekonomi tersebut adalah:
1.
Rendahnya penerimaan
negara.
2.
Tinggi dan tidak
efisiennya pengeluaran negara.
4.
Terlalu banyak tunggakan
hutang luar negeri.
5.
Penggunaan devisa bagi
impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka
pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara :[rujukan?]
§ Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik
bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri
dan menghitung pajak orang.
§ Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran
konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi. Dan pemerintah
Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik
melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah
mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak
harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat
itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan
valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.[rujukan?]
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama
sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami
kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan
desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat
kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga
(negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata
kehidupan rakyat.[rujukan?]
§ Pertemuan Tokyo
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan
Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai
2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor
untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara
kreditor di Tokyo.[rujukan?] Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang
diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan
dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari
negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan
sebagai berikut[rujukan?]
2.
Pembayaran dilaksanakan
secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama besarnya.
3.
Selama waktu
pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4.
Pembayaran hutang
dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor
maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
§ Pertemuan Amsterdam
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia
akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat
lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah
Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya guna
pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan.[rujukan?] Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah
juga berusaha dan telah berhasil mengadakan penangguhan serta memperingan
syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang
peninggalan Orde Lama.[rujukan?] Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil
mengusahakan bantuan luar negeri.
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka
langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan
pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang.[rujukan?] Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun
(Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang
mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam upaya
mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:[rujukan?]
1.
Melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
2.
Meningkatkan
kesejahteraan umum
3.
Mencerdaskan kehidupan
bangsa
4.
Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde
Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti
dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat
dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan
adalah :[rujukan?]
1.
Pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
2.
Pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional yang
sehat dan dinamis.
1.
Pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2.
Pemerataan memperoleh
kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.
Pemerataan pembagian
pendapatan.
4.
Pemerataan kesempatan
kerja
5.
Pemerataan kesempatan
berusaha
6.
Pemerataan kesempatan
berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7.
Pemerataan penyebaran
pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
8.
Pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan.
§ Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan
Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam
Pelita yaitu:[rujukan?]
§
§ Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa
Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.[rujukan?]
§
§ Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya
pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.
Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I
inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi
turun menjadi 9,5%.[rujukan?]
§
§ Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.[rujukan?] Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan,
dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan.
§
§ Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor
pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan
pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi.[rujukan?] Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat
berlangsung terus.
§
§ Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada
sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada
pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[rujukan?] Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
§
§ Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini
ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian,
serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor
ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan.[rujukan?] Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan
terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus
hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan
hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan
oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang
mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin.[rujukan?] Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit
adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini
adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja
juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruhkomunisme di Tanah Air.[rujukan?] Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi
sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian
lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.[rujukan?]
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa
Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
"persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama
ke Kalimantan,Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya.[rujukan?] Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini
adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan
bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian
keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan
terhadap para transmigran.
§ Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.565[rujukan?]
§ Sukses swasembada pangan
§ Pengangguran minimum
§ Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
§ Sukses Gerakan Wajib Belajar
§ Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
§ Sukses keamanan dalam negeri
§ Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
1.
Semaraknya korupsi,
kolusi, nepotisme
2.
Pembangunan Indonesia
yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan
daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke
pusat
3.
Munculnya rasa
ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di
Aceh dan Papua
4.
Kecemburuan antara
penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah
yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5.
Bertambahnya kesenjangan
sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
6.
Pelanggaran HAM kepada
masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
7.
Kritik dibungkam dan
oposisi diharamkan
8.
Kebebasan pers sangat
terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
9.
Penggunaan kekerasan
untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius"
10.
Tidak ada rencana
suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
11.
Menurunnya kualitas
birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini
kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara
pasti hancur.[rujukan?]
12.
Menurunnya kualitas
tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan
kesejahteraan anak buah.
13.
Pelaku ekonomi yang
dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan
ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun
terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.[rujukan?] Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.
Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa
bakti ketujuh.[rujukan?] Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian
digantikan "Era Reformasi".[rujukan?] Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran
pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan
bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde
Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi
berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet danYugoslavia.[rujukan?] Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti
lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
INDONESIA PADA MASA REFORMASI
A. BERAKHIRNYA
PEMERINTAHAN ORDE BARU
Keberhasilan
pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia.Di tambah dengan
meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan
ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan
mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada
pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi
budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
1. Faktor Penyebab
Munculnya Reformasi
Banyak hal yang
mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde
Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru
memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal
ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde
Baru tersebut.Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru.
2. Krisi Politik
Demokrasi yang
tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada
kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih
banyak di pegang oleh para penguasa.Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan
bahwa "Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPRº. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut
dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto
(dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian
besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini
mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR,
dan MPR.Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi.
Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang,
termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi
juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadaplima paket undang-undang
politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya : UU No. 1
Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,
Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai
Politik dan Golongan Karya. UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum UU No. 8
Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan
ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi
yang lebih besar.Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak
mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kondisi dan situasi
Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada
tanggal 27 Juli 1996.Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian
di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik
sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya
reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia.
Di dalam kehidupan
politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau
kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah.Selain itu, masyarakat juga
menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya
ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya
kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda.Menjelang akhir
kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang
banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum
tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak.Golkar yang meraih
kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai
Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 ¬ 2003.Sedangkan di kalangan
masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat
untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum
MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan
BJ.Habibie sebagai Wakil Presiden.
Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan
intelektual.
3. Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan.
Sejak munculnya
gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya.Masyarakat menghendaki adanya reformasi di
bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau
posisi yang sebenarnya.
4. Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang
melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia.EkonomiIndonesia ternyata belum mampu untuk
menghadapi krisi global tersebut.Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar
rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomiIndonesia menjadi 0% dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu.Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank
pada akhir tahun 1997.Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI).Ternyata udaha
yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman
bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan
begitu saja.
Krisis moneter
tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun
anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang
lainnya.
Kondisi perekonomian
semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok
sembako di pasaran mulai menipis.Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik
tidak terkendali.Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat.Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF.
Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum
terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50
butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang
menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesiatidak terlepas dari masalah
utang luar negeri.
Utang Luar Negeri
Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesiatidak sepenuhnya
merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta.Utang yang
menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar
Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika
Serikat.
Akibat dari
utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadapIndonesia semakin
menipis.Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di
Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta
tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal
3 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik
Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan
tingkat pendidikan yang masih rendah. Sementara itu, pengaturan perekonomian
pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila.Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat.Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para
konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan
korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan
Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru
bersifat sentralistis.Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini
semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat
pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik
sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi.Ini terlihat
dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat.Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.Politik
sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat
Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi
berita utama.Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya
dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang
terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu
pers daerah.
5. Krisi
Kepercayaan
Demontrasi di
lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.Puncak aksi para
mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta.Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri
Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti
itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat
yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Soeharto kembali ke
Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan
diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan
mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR /
MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap
tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di
penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden
Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai
pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan
pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto
mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di
Jakarta.Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi,
melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia
dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam
perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak
dapat dilakukan.
Akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti
sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada
Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya
oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara.
B. PERKEMBANGAN
POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI
1. Munculnya
Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan
suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang
baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan.Gerakan reformasi, pada tahun
1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan,
terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan
dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun
membutuhkan proses dan waktu.
Masalah yang sangat
mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang
masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu,
melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak
terkendali, rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak
berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera.
Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa agenda
reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut : Adili
Soeharto dan kroni-kroninya. Amandemen UUD 1945 Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
Otonomi daerah yang seluas-luasnya Supremasi hukum Pemerintahan yang berisi
dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
2. Kronologi
Reformasi
Pada awal bulan
Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden
Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII.Namun
pada saat itu semakin tidak kunjung membaik.Perekonomian mengalami kemerosotan
dan masalah sosial semakin menumpuk.Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang
keprihatinan rakyat.
Mamasuki bulan Mei
1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demostrasi
dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi
kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei
1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga
tewas. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR.Pada tanggal
itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah.Kurang lebih sejuta umat
manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan
maklumat dari Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam VII.Inti isi dari
maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto
mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya
membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun
mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei
1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti meletakkan
jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah
Agung.Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya
menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung
dan para anggotanya.Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat
oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
C. PERKEMBANGAN
POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
1. Pengangkatan
Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia Setelah B.J. Habibie dilantik
menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie
menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha
untuk mengatasi krisis ekonomi yang melandaIndonesia sejak pertengahan tahun
1997.
Habibie yang manjabat
sebagai presiden menghadapi keberadaanIndonesia yang serba parah, baik dari
segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya.Langkah-langkah yang dilakukan oleh
Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik.Untuk
menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya
sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei
1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet
baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16
orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI),
Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang
ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada
beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki
perekonomian Indonesia anataranya :
·
Merekapitulasi perbankan
·
Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
·
Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
·
Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
hingga di bawah Rp.10.000,-
·
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh
IMF.
Presiden Habibie
sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan
pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie
merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga
membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan
Soeharto.Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya
serikat-serikat buruh independent.
2. Kebebasan
Menyampaikan Pendapat
Pada masa
pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka
umum.Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau
demontrasi.Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin
melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan
menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut.Hal ini dilakukan karena
pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
Namun, ketika
menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang
berbeda-beda.Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda
dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum
jelas.
Untuk menjamin
kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil
merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau
demonstrasi.adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang ¬
undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem
demokrasi yang sesungguhnya.Namun sayangnya, undang-undang itu belum
memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat.
Penyampaian
pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu
hal.
3. Masalah
Dwifungsi ABRI
Menanggapi
munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya
di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh
adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan
Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri
dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI
pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara.
4. Reformasi Bidang
Hukum
Pada masa
Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum
Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat.Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi
hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena
reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan
oleh masyarakat.
Ketika dilakukan
pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat
pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang
mengebiri hakhak.
Selama pemerintahan
Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun
elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok
sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter
tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada
sama sekali.
Oleh karena itu,
produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat
menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM),
berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.
5. Sidang Istimewa
MPR
Dalam perjalanan
sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan
Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang
kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi
Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara
tanggal 10 ¬ 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi
masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat
menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat.
Hasil dari Sidang
Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
6. Pemilihan Umum
Tahun 1999
Pemilihan Umum yang
dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut
diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesiayang sedang dilanda
multikrisis.Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat
Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi.Maka sifat dari pemilihan
umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie
kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan
umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut.
Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru.Ketiga
udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh
Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai
politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya
undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya
kehidupan politik di Indonesia.Dengan munculnya undang-undang politik itu
partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai
politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu.Namun dari sekian banyak
jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum.Hal
ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan
cukup ketat.
Pelaksanaan
pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yangbernama Komisi Pemilihan Umum
(KPU).Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari
partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat
menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada
kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah
penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Hasil pemilihan
umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari
partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara
partai peserta pemilihan umum.
7. Sidang Umum MPR
Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah Komisi
Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera
melaksanakan sidang.
Sidang Umum MPR
tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 ¬ 21 Oktober 1999.Dalam Sidang Umum
itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua
DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban
Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara
menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan
pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi
Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya
memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di
MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya AbdurrahmanWahid (Gus Dur),
Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra.Namun tanggal 20 Oktober
1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri.Oleh karena itu, tinggal dua
calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, AbdurrahamanWahid dan Megawati
Soekarnoputri.Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting,
Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia.Pada tanggal 21
Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati
Soekarnoputri dan Hamzah Haz. PemilihanWakil Presiden ini kemudian dimenangkan
oleh Megawati Soekarnoputri.Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden
Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk
Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai
pada akhir masa jabatanya.Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen pada
Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaanAbdurrahman Wahid berakhir pada tahun
2001.DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai
Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden
Indonesia.Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum
tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan
Republik Indonesia.Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia.Pada pemilihan umum ini Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf
Kalla sebagai Wakil Presiden RepublikIndonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
D. KONDISI SOSIAL
DAN EKONOMI MASYARAKAT SEJAK REFORMASI
1. Kondisi Sosial
Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis
moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan
swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah
pekerjanya.
Keadaan seperti ini
menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami
kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji.
Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak
perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi
tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang
deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran
diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat
besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam kehidupan
masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan
tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu
hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan
membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut.Langkah
berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru
untuk menampung para penganggur tersebut.Masalah pengangguran merupakan masalah
social dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk
pengaruh.
2. Kondisi Ekonomi
Masyarakat Indonesia
Sejak
berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomiIndonesia mulai
mengalami keterpurukan.Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan
rakyat makin menurun.Pengangguran juga semakin luas.Sebagai akibatnya, petumbuhan
ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk
sejak krisis tahun 1997.
Dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sector
kebijakan yang harus digarap, yaitu : a. perluasan lapangan kerja secara terus
menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se efisien mungkin. b.
Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada
harga yang terjangkau. c. Penyediaan failitas umum seperti rumah, air minum,
listrik, bahan baker, komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau. d.
Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau. e. Penyediaan klinik, dokter dan obat onbatan untuk kesehatan umum
dengan harga yang terjangkau pula.
Disamping
penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga produk
pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak
krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani
meningkat, maka permintaan petani terhadap barang barang non pertanian juga
meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan
petani, maka para petani yang mampu membeli produk industri non pertanian akan
memberi semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan
perusahaannya.
Pihak pemerintah
telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis.Tetapi tidak mungkin
dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.Oleh karena itu, pemerintah membuat
skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia
keluar dari krisis.
Terpilihnya
presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik
menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat
dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi
perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin
dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat.Oleh sebab itu untuk
mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik
Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
Langganan:
Postingan (Atom)